Masyarakat
Indonesia saat ini masih berpaku pada cara pembuangan
sampah secara konvensional yaitu di kumpul, lalu di
angkut dan dibuang yang mengakibatkan tertimbunnya
sampah pada setiap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah dan tidak memanfaatkan sampah yang sekiranya bisa diproses
kembali. Permasalahan yang ada di Indonesia
tersebut juga merupakan permasalahan yang ada di Kota Yogyakarta, masyarakat masih secara konvensional dalam
menangani sampah yang ada. Sehingga
sampah-sampah tertumpuk begitu saja di beberapa tempat pembuangan. Pada tempat pembuangan, sampah yang terkumpul
juga hanya ditumpuk begitu saja dan masih sangat
sedikit sekali TPA yang mengolah sampahnya dengan baik sesuai dengan standar
kebersihan lingkungan dari sebuah TPA.
Kondisi
penimbunan sampah yang ada yaitu dengan Open Dumping atau yang sering kita
sebut dengan penimbunan secara asal-asalan, yang mana dapat mengakibatkan beberapa permasalahan
seperti pertumbuhan penyakit, pencemaran udara, bau yang tidak sedap dan pencemaran tanah
akibat pembuangan yang tidak diolah dengan baik. Tempat Pembuangan
Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul Yogyakarta merupakan salah satu tempat
pembuangan akhir yang ada di Kota Yogyakarta dan merupakan TPA
terbesar. TPST Piyungan berada di desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan,
Kabupaten Bantul yang berjarak +15 KM dari pusat Kota Yogyakarta kearah
tenggara dan memiliki luas lahan sebesar 12,5 Ha3 (Sumber Wikipedia).
Menurut
wawancara yang saya lakukan dengan salah satu masyarakat yang tinggal di area
TPST tersebut yang bernama pak Ahmad, mengatakan bahwa cakupan sampah yang
terkumpul pada TPST ini meliputi wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman,
Kabupaten Bantul, dan pihak swasta yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, dan Kabupaten Bantul. Beberapa permasalahan yang terjadi
pada TPST tersebut adalah:
1. Pengolahan sampah masih menggunakan
metode controlled landfill belum bisa
menggunakan sistem sanitary landfill dikarenakan
kemungkinan adanya konflik sosial jika sistem sanitary
landfill diterapkan sehingga gas metan yang dihasilkan terlepas begitu
saja ke udara.
2. Di TPST tersebut masih banyak pemulung
sampah dan hewan ternak yang masuk ke daerah pembuangan sehingga
mengganggu pekerjaan dalam mengolah sampah (meratakan sampah
yang datang) dan resiko mendapat kecelakaan yang dapat membahayakan
seperti longsornya sampah.
3. Pada pembuangan zona I sudah ditutup
atau diurug, namun gas yang keluar hanya dibuang begitu saja
dengan menggunakan saluran pipa PVC 6 inci biasa yang dapat berpotensi
terjadinya kebakaran akibat gas metan yang ada.
4. Sampah yang datang hanya ditumpuk dan
diratakan begitu saja sehingga benih benih adanya bakteri dan virus
yang bisa menyebabkan sakit pernafasan dan kulitpun bisa muncul.
Banyak
permasalah yang ada di TPST Piyungan tersebut. Beberapa permasalahan
disebabkan salah satunya oleh pengolahan sampah yang belum optimal.
Bukan hanya pengolahan, tetapi dalam memanfaatkan potensi yang ada, yang bisa
dihasilkan dari limbah sampah tersebut. Oleh karena itu, perlu analisis lanjut
mengenai cara pengolahan sampah yang baik sehingga permasalahan bisa ditekan,
dikurangi dan dapat memanfaatkan potensi-potensi energi yang ada
seperti pemanfaatan gas metan yang dihasilkan.
seperti pemanfaatan gas metan yang dihasilkan.
Sumber
sampah yang ada di Kota Yogyakarta cukup besar dapat kita lihat dari tabel di atas. Sampah yang banyak dihasilkan
tersebut dapat kita manfaatkan untuk menjadi
sumber energi baru, yaitu sumber listrik bagi warga sekitar. Pengolahan sampah yang baik akan sangat membantu dalam
terwujudnya pemanfaatan
sampah untuk menjadi sumber energi baru. Oleh karena itu diperlukannya konsep desain perancangan sistem
pengolahan sampah dengan metode landfill atau
TPA yang baik, dan sesuai dengan kondisi TPST Piyungan. Selain
itu, konsep desain mengenai sistem
penyaring gas, dan penampung gas juga sangat diperlukan sebagai awal dari perancangan konsep desain
pengolahan sampah yang baik yang
dapat diterapkan di TPST Piyungan.
Pak
Ahmad juga menceritakan bahwa setahun yang lalu pernah terjadi pemboikotan akses
jalan menuju tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan yang diblokir
warga Pedukuhan Ngablak, Sitimulyo, Piyungan. Pemblokiran jalan yang berakibat
tidak dapat masuknya truk-truk pengangkut sampah ini sebagai puncak kekesalan
warga. , pak Ahmad dan beberapa warga juga sudah beberapa kali mengeluh dan
sudah dua kali menyampaikan keluh kesah tersebut kepada pengelola TPST Piyungan.
Tetapi, pihak pengelola tidak begitu menggubris keluhan ini. ”Kami hanya
meminta dua hal. Yaitu, penyemprotan dua kali seminggu dan pemberian dana
stimulan,” Itu saja nak yang kami harapkan” katanya.
Pak
Ahmad mengungkapkan, sejak diambil alih pemerintah DIJ, pengelolaan TPST kian
tidak memerhatikan kondisi lingkungan. Pengelola TPST tidak lagi melakukan
penyemprotan. Dampaknya, lalat yang dapat membawa bakteri pun banyak
berkeliaran di permukiman warga. ”Sepanjang 2016 sudah ada warga yang terkena
muntaber. Mau gimana lagi. Wong makan rebutan dengan lalat,” ujarnya. Kondisi
ini berbeda ketika pengelolaan TPST masih dikelola Sekber Kartamantul. Dulu,
pengelola TPST sangat memerhatikan kondisi kesehatan lingkungan.
Sejak
dikelola pemerintah DIJ pula tidak ada lagi dana stimulan yang diberikan kepada
warga. Biasanya, dana stimulan ini dimanfaatkan warga untuk beragam program
pembangunan di sekitar TPST. Misalnya, perbaikan jalan menuju TPST. Maryono
menegaskan, warga akan melakukan demonstrasi bila aksi pemblokiran tidak segera
direspons pengelola. Namun hingga saat ini, saat dimana saya sendiri melihat
dengan mata kepala saya sendiri, memang belum ada penanganan secara khusus
terkait permasalahan ini dan tentu saya jika ini tidak ditindak lanjuti maka
akan sangat berakibat fatal bagi kelangsungan msayarakat yang tingal disekitar
pemukiman tersebut dan hal ini juga mengingatkan terutama saya sendiri untuk
tidak membuang sampah secara sembarangan dan selalu menjaga kebersihan dimana
pun saya berada, jika kebiasaan baik itu bisa kita lakukan, maka niscaya
kehidupan yang sehat akan kita dapatkan.
No comments:
Post a Comment