Menurut
buku psikologi pengajaran dari W.S. Winkel sendiri dalam proses pembelajaran
terdapat proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem dan di dalamnya terdapat
media pembelajaran sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran tersebut.
Menggunakan media dalam proses pembelajaran harus didasarkan filosofi atau
alasan teoritis yang benar. Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat proses
belajar mengajar yang pada dasarnya merupakan proses komunikasi. Dalam proses
komunikasi tersebut, guru bertindak sebagai komunikator yang bertugas
menyampaikan pesan pendidikan kepada penerima pesan yaitu anak. Agar
pesan-pesan pendidikan yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh
anak, maka dlam proses komunikasi pendidikan tersebut diperlukan wahana
penyalur pesan yang disebut media pendidikan atau pembelajaran.
De
Corte dalam W.S. Winkel menyatakan bahwa media pembelajaran adalah suatu sarana
non personal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga
pengajar yang memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar, yaitu
untuk mencapai tujuan instruksional.
Konsep
“Pengajaran” yang tradisional selalu membawa kita ke dalam sebuah pikiran yang
formal, yaitu mengenai ruangan kelas dan situasi pengajaran yang terbilang
sangat kaku. Maka daripada itu muncullah sebuah alternatif untuk membuat konsep
instruksi dalam proses pembelajaran yang menyeuruh. Dalam hal ini ada 2 contoh
kelas mengenai pola “Homemaking” atau “Kerumahtanggaan”. yaitu:
1. Kasus
Pertama
v Anggota
kelas baik perempuan maupun anggota seminarium (laki-laki) yang pasif
v Membangun
komunitas belajar bersama
v Tanggung
jawab bersama guru dan murid
v Memberikan
penekanan pada kognitif dan afektif
v Sharing
dan berbagi cerita mengenai diskudi teologis
v Usaha
untuk menggabungkan nilai seni sebagai daya tarik tambahan bagi sisi kognitif
dan afektif
2. Kasus
Kedua
v Anggota
gereja dewasa
v Dimulai
dengan 2 orang dan terus bertambah
v Model
kelas formal dan tradisional
v Perhatian
terpusat pada proses belajar
v Banyak
sialog yang bersifat bebas
v Kepemimpinan
kelas dibagi bergilir
v Bertumbuh
dalam berbagai diskusi biblika dan politik
v Nyaman
dengan pengembangan afektif dan kognitif
Dalam
dua kasus ini menunjukkan kepada kita bahwa pentingnya memperhatikan hubungan
antara sebuah proses belajar dan
komunitas iman yang ingin belajar dan juga menunjukkan pentingnya
penekanan padea unsur Kognitif berupa
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berfikir
serta Afektif yang berisi
perilaku-perilaku yang menekankan pada aspek perasaan dan emosi, seperti minat,
sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Kasus ini juga menunjukkan adanya
dimensi yang mungkin terbuka ketika proses belajar dimaknai sebagai rumah bersama
yang ada untuk belajar bersama. Dan hal ini dipahami sebagai sebuah prioritas
yang tereksplisit dalam pengajaran.
Tujuan dari Pembelajaran Agama
Metafora
“Kerumahtanggaan” memberikan kita bingkai baru dalam berfiir mengenai apa
sebenarnya tujuan dari pembelajaran iman Kristen. Kerumahtanggaan (Homemaking)
merupakan sebuah tindakan menciptakan dan memelihara visi komunitas. Rumah itu
bukan hanya sebuah tempat tetapi juga mengandung makna sesuatu yang terus
bergerak atau dinamis, tempat dimana orang dapat menemukan jati diri, tempat
dimana mengingatkan anggotanya mengenai tanggungjawab mereka terhadap dunia.
Kenyataan
menunjukkan penerapan pola pendidikan Kristen “kerumahtanggaan” tidaklah mudah,
kita sendiri dapat melihat bahwa dalam banyak jemaat, pendidikan agama hanya
dititik beratkan pada anak-anak dan pemuda (sekolah minggu, kelas remaja dan
katekisasi). Pengajaran bagi orang dewasa hanya menjadi pilihan dan jalan
pendidikan bagi orang dewasa dan anak-anak sering kali tidak berkesinambungan
serta orang dewasa seringkali menjadi “tunawisma pikiran” yang “kekeringan”
tetapi harus berjuang melawan kerasnya dunia.
Jikalau
para pemimpin gereja tetap mengembangkan pola seperti ini (pola tradisional)
maka pendidikan Kristen akan menjadi sebuah rumah yang memiliki banyak kamar
tetapi tidak terhubung satu dengan yang lain, karena ada aula kosong
ditengah-tengahnya
Tujuan Pola Pendidikan Kristen
“Homemaking”
v Memungkinkan
peserta didik untuk bersandar pada pengertian iman yang alkitabiah
v Fokus
pada lingkingan belajar mengajar dan terbuka pada komunikasi
v Fokus
pada metode pembelajaran
v Membuat
keterkaitan antara substansi iman dan fakta kehidupan
Posisi Pengajar dan Pelajar dalam
Proses Pendidikan
v Seorang pengajar memiliki
tanggungjawab untuk membangun ruang diskusi yang kondusif, mempertimbangkan
konten pengajaran agar bermanfaat bagi iman dan tantangan kehidupan yang nyata
serta harus mampu menciptakan visi ‘homemaking” dalam proses belajar bersama.
v Seorang pelajar memiliki
tanggungjawab untuk mendengarkan pengajar dan mengikuti proses pembelajaran
dengan penuh tanggungjawab. Pelajar juga dituntut untuk berpartisipasi aktif
dan memberikan sumbangan dalam proses bersama.
Komitmen Komunitas Belajar
v Menghormati
ruang belajar
v Menciptakan
iklim pertumbuhan dan tanggungjawab bersama
v Pembelajaran
yang mutualisme
v Proses
belajar yang eksperimental
No comments:
Post a Comment