Monday, October 16, 2017

Kekristenan di Maluku

Refleksi Kekristenan di Maluku

Hasil gambar untuk kekristenan di maluku
Misionaris di Maluku
Maluku merupakan sebuah kepulauan yang beribukotakan Ambon dan Maluku sendiri bisa dikatakan sebagai salah satu tempat bagi orang-orang barat pertama kali melakukan penyebaran Injil di bumi Indonesia ini, namun meskipun begitu dalam perkembangan kekristenan di Maluku di warnai dengan berbagai dinamika sosial, salah satunya yaitu terputusnya hubungan dengan dunia luar yang tentunya sama sekali tidak berarti bahwa gereja Kristen di Maluku lebih tepatnya Halmahera menjadi punah. Orang-orang Kristen Halmahera sekarang juga ingin tetap berpegang pada agama Kristen. Sejak dahulu kala, kekristenan di Ambon terutama terpelihara oleh guru-guru, bukan oleh pendeta-pendeta asing. Dan kini guru-guru itu meneruskan kegiatan yang biasa di gereja dan di sekolah. Pendidikkan mereka tidaklah memadai. Namun demikian, di antara mereka terdapat orang-orang yang memimpin jemaat dengan cara yang sama sekali dapat dipertanggungjawabkan. Jika kita meneliti dan mensurvei lebih jauh lagi, kita akan menemukan guru yang membimbing dengan sangat setia; tentang seorang guru yang khotbahnya dipuji juga oleh utusan Injil yang serba kritis itu. Guru-guru seperti ini mengucapkan pula khotbah yang mereka susun sendiri, dan menurut pekerjaannya, mereka layak disebut sebagai pendeta. Hanya, mereka tidak ditahbiskan dan mereka tidak boleh melayangkan sakramen-sakramen.

Kehidupan gereja tidak banyak berubah
Bahkan boleh dikatakan bahwa orang-orang Kristen di Maluku Halmahera kebanyakan hampir tidak merasa bahwa telah terjadi perubahan dikota atau disekitar mereka, kenyataan ini memang sangat miris namun inilah kenyataannya. Orang-orang Kristen di luar kota Halmahera sudah biasa dengan pelayanan sakramen-sakramen yang jarang sekali terjadi. Dan mereka bertemu muka dengan seorang pendeta paling banyak satu kali setahun, sering juga kurang dari itu. Jadi, bagi mereka tidak banyak yang berubah dengan perginya pendeta yang terakhir. Sebaliknya kekosongan pendeta itu hanya menandaskan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang sudah ada selama zaman Misi dan gereja Gereformeerd. Selama dua setengah abad, orang-orang Kristen Maluku sudah tidak mendapat tenaga pelayan yang terdidik baik, dan kepada mereka tidak dilayangkan sakramen-sakramen secara teratur. Sekarang hubungan dengan dunia luar telah putus, dan gereja sama sekali tidak mempunyai lagi pendeta maupun sakramen. Tetapi dalam keadaan seperti itu gereja di Maluku sudah hidup selama hampir tiga abad.

Orang-orang Maluku Halmahera berpegang pada agama Kristen

Niat orang-orang Maluku hendak berpegang pada agama yang diwariskan kepada mereka menjadi sangat nyata dalam pemberontakan di Saparua (1817), yang dipimpin oleh Thomas Matulessy yang dinamakan pula Pattimura. Pemberontakan ini untuk sebagian besar dicetuskan oleh persoalan-persoalan di bidang agama, yaitu gereja dan sekolah. Pemerintah Belanda mau menghentikan pembayaran gaji para guru dari Kas negara, sehingga mereka untuk seterusnya akan ditanggung oleh negeri-negeri sendiri. Orang-orang Maluku menafsirkan rencana itu sebagai tindakan yang merusak agama Kristen. Orang malah meminta supaya dikirimi pendeta (Belanda) lebih banyak, supaya pemeliharaan rohani terjamin. Salah satu alasan lain yang dikemukakan Pattimura ialah bahwa orang-orang Islam di Maluku konon mau dikristenkan secara paksa. Dan akhirnya orang marah karena salah satu gedung gereja di kota Ambon, yang sudah rongsok, mau dijadikan gudang. Pattimura mendapat dukungan penuh dari pihak para guru, dan mereka yakin bahwa Allah berada dipihak mereka - tentu saja keyakinan seperti ini terdapat pula pada orang-orang Belanda.

No comments:

Post a Comment

Pendalaman Alkitab dari Kitab Habakuk 1:12-17

Bahan Pendalaman Alkitab Habakuk 1:12-17 Pendahuluan Sebelum kita mengarah kepada isi dari perikop yang akan saya bahas, izinkan sa...