Dalam hal ini
sebenarnya saya tidak cukup banyak pengalaman menceritakan tentang makam, tapi
paling tidak saya akan mencoba menceritakan sedikit pengalaman saya beberapa
tahun yang lalu tentang kunjungan saya datang ke sebuah makam. Pada saat itu
saya sedang berlibur di kampung orang tua saya lebih tepatnya kampung papa
saya, yaitu di Tarutung daerah Medan. Saya ingat betul hari itu adalah hari
sabtu pagi saya dan keluarga melakukan perjalanan dengan berjalan kaki ke
kuburan ompung doli atau kakek saya, dalam
perjalanan yang menguras tenaga tersebut saya memandang sekitar dan saya mendapati sedikitnya makam atau
kuburan yang berlokasi di tempat tersebut, ya mau bagaimana namanya juga hutan
dan hanya beberapa kuburan yang ada disana, bisa dibilang yang mempunyai makam
disitu hanyalah pemilik dari tanah tersebut. Setelah beberapa jam perjalanan
akhirnya kami sampai di kuburan tanah ompung
doli.
Makam atau
kuburan tersebut terlihat sangat terurus sekali bagaimana tidak kuburan
tersebut masih terbilang baru, masih baru sekitar setahunan dan ompung boru (nenek) serta keluarga lain
yang tinggal disana pastilah sering kesini dan mengurus makam tersebut. Disana
kami melakukan sebuah ritual ibadah seperti ibadah kunjungan pemakaman seperti
biasanya, namun hal yang menarik perhatian saya adalah sewaktu kami ingin
meninggalakan makam tersebut, papa saya mengeluarkan rokok lalu menyalakannya
dan meletakkan rokok tersebut diatas batu nisan ompung doli saya tersebut dan hal tersebut sontak saja, membuat
saya kaget dan saya langsung bertanya kepada papa saya, kenapa papa meletakkan
rokok di batu nisan ompung..? Lalu
papa ku menjawab, itu untuk ompung, kan
ompung mu dulu sangat suka rokok dan
rokok itu adalah kesukaannya. Setelah saya mendengar penjelasan tersebut,
awalnya terasa gelid an jujur saja saya tidak menyetujui pemahaman tersebut,
karena sudah jelas hal tersebut hanyalah perbuatan yang sia-sia, namun itulah
sebuah tradisi mau dikatakan apalagi, tapi tetap saya menolak tradisi tersebut.
Saya juga
mempunyai pengalaman tahun berikutnya yaitu ke makam ompung boru atau nenek saya dari mama yang berlokasi di Kotacane
Aceh Tenggara, makam disana berbeda karena terdapat makam kelauarga di tanah
keluarga besar mama saya, entah kenapa saya melihat makam-makam keluarga disana
sangatlah besar-besar bahkan sudah terlihat menyerupai sebuah rumah dan
dinding-dindingnya dilapisi dengan keramik, bahkan saya juga pernah memperhatikan
megahnya kuburan, berbanding terbalik dengan keadaan rumah yang dimiliki oleh
keluarga pemilik makam tersebut. Lagi-lagi pemahaman ini juga bertentangan
dengan hati nurani saya, dimana jika ingin membahagiakan bukan saat seseorang
tersebut sudah meninggal dan membangun megah kuburannya, namun alangkah baiknya
membahagiakan seseorang tersebut yaitu pada masa hidupnya. Tak akan ada gunanya
lagi membangun kuburan dengan megah, sedangkan kondisi keluarga yang
ditinggalkan mengkuatirkan, hanya karena gengsi dengan tradisi yang telah lama
ini dan toh ini tak berarti apa-apa. Mereka yang telah meninggal tidak ada lagi hubungannya dengan kita yang masih
diberi kesempatan hidup oleh Sang Pencipta ini.
No comments:
Post a Comment